MITOS BATU RUMAH (JOKJA) DAN PENYU BELIMBING
SEBAGAI SAHABAT DI PANTAI JAMUSBA MENDI
KABUPATEN TAMBRAUW
Oleh : Johanes. Juzack. Sundoy, SH
Sejak dahulu kala di belahan dunia banyak terjadi
peristiwa-peristiwa yang merupakan cerita dongeng atau cerita rakyat yang dianggap bernyawa dengan meninggalkan banyak
bukti sejarah salah satunya ada di pedalaman Tambrauw yaitu Frabinuh atau
Jokja. Cerita rakyat ini sekarang menjadi batu yang berbentuk rumah dan
berkedudukan di pantai jamusba medi dengan meninggalkan berbagai kesan yang
dianggap terbukti dan abadi hingga sekarang.
Pada
mulanya..............................................................
Batu yang menyerupai Rumah ini memiliki Cerita asal usul
kesukuan masyarakat pribumi suku Abun pada zaman dahulu kala (zaman primitif),
maka sekarang disebut sebagai batu rumah.
Batu ini awalnya bernyawa dan memiliki jiwa seperti manusia sehingga
bisa bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain
dan di anggap sebagai pewaris dari nenek moyang sehingga disebut dengan
nama atau istilah lokalnya dalam bahasa
daerah yaitu, (Jokja, bahasa Abun), (Frabinuh, bahasa Karon Gunung).
Batu rumah (Jokja) tinggal bersama kakak kandungnya yang
bernama Waisikek di sungai Aswok/Ajer diatas gunung Tokir Kampung Rufmot/Wewetmuk
Distrik Miyah Kabupaten Tambrauw Papua Barat.
Suatu ketika terjadi pertengkaran batu rumah (Jokja) dan
kakaknya Waisikek masalah tali perut
tikus tanah. Masalah ini menyebabkan kakaknya waisirek marah dan mengatakan
kepada Jokja (Batu Rumah) bahwa hari ini juga engkau harus pergi dari
tempat ini (Sungai Aswok/Ajer atau
Waisirek mengusir adiknya Jokja (batu
rumah), waisirek mengatakan Jokja engkau pergi dari tempat ini pergi ke pantai tinggal
bersama perempuan yesa sebab dia akan membuka tikar merah milik di pantai
jamusba medi dan engkau tidur di sana,
kamu tidak boleh tinggal dekat gunung tokir atau gunung totu tetapi langsung
sampai ke pantai, sebab jika kamu tinggal di situ maka saya masih melihat kamu. Lebih baik kamu pergi dan
jalan terus sampai ke pantai supaya bisa tinggal di atas tikar merah perempuan orang
yesa.
Kemudian batu rumah langsung pergi bersama anak
perempuannya keluar dari gunung tokir kemudian menyeberang kali soon dan
menaiki gunung totu kemudian turun ke kali sunggwat dan bertemu dengan gunung
batu kenari (jokmon), gunung ini sebagai perbatasan antara kali sunggwat dan
kali kwoor. Jokja (batu rumah) pergi dengan membawa beberapa bekal yang
merupakan perlengkapan seperti buah merah, daun gatal, tongkat, sagu, daun
lebar, batu gosok, empat ekor anjing, dan anak panah.
Sepanjang
perjalan Jokja istirahat di beberapa tempat dan setiap tempat istirahat meninggalkan bekal yang dibawa sebagai tanda. Jokja berjalan
sampai di sungai syunggwat meninggalkan
daun gatal, dan merelakan anak perempuannya kawin dengan
jokjar (batu berurat). Kemudian Jokja
berjalan mengikuti kali kwoor menuju pantai, dan sampai di pertengahan kali
kwoor dekat gunung Tubouw menancapkan tongkat diatas gunung tubouw dan
meninggal sagu, setelah itu berjalan mengikuti pinggiran gunung tubouw dan
menemukan sungai syukjo (kali Wajarik) dan mengikuti pingnggiran sungai
kemudian menemukan sungai syunggas dan berjalan menyusuri sampai ke kepala air
syunggas dan naik keatas gunung tosem (Gaibo) kemudian memandang ke pantai disana Jokja melihat
suasana lautan yang luas, bersih dan rata, tiba-tiba terdengar anjingnya
menggonggong seekor lao-lao, Jokja kembali dan mengejar mengikuti anjingnya sampai
ke kepala air sungai syunggak ternyata kehilangan arah lalu Jokja kembali
mengikuti pingiran sungai syunggak namun belum menemukan pantai sehingga
kembali lagi mengikuti pinggiran sungai syunggak sampai di pertengahan dan naik
mengikuti gunung joko, di sana ia melihat ke pantai ternyata menemukan lautan
disitu dia meninggalkan batu gosok, kemudian mengikuti pinggiran sungai
syunjouw sampai ke muara syunjouw dan menemukan pantai. Pada saat sampai di
pantai ternyata air laut masih air pasang (air penuh) sehingga ia menunggu dan
memandang kembali ke gunung tidak lama kemudian air laut sudat surut (air meti) dan disitulah
batu rumah menganggap bahwa tempat inilah yang di maksudkan oleh kakaknya waisirek
bahwa inilah tikar merah perempuan yesa
yang di janjikan oleh kakaknya waisikek kemudian batu rumah berjalan ke laut
tempat kering dan duduk disitu sesuai janji kakanya waisikek dan menetap hingga
sekarang.
Setelah
menetap di pantai pada malam hari datang seekor penyu yang mau bertelur dan
dilihat oleh batu rumah ternyata mahkluk ini belum pernah di lihat dan
bentuknya sungguh mengherankan dan pada saat penyu bertelur batu rumah mengitu
proses itu hingga selesai dan penyu itu pergi kemudian batu rumah menjaga telur
itu hingga menetas dan penyu kembali kelaut. Datang musim berikikutnya batu
rumah melihat penyu itu datang lagi dan batu rumah menjelaskan kepada penyu
bahwa engkau adalah dewa laut dan aku akan bersahabat dengan engkau dan semua
telur yang engkau tinggalkan di tempat ini akan ku jaga sampai menetas. Dan
disinilah jalinan persahabat antara batu rumah dan penyu belimbing sehingga
tempat itu menjadi pilihan peneluran penyu yang terjalin hingga saat ini.
Persahabat
mitos ini terus terjalin dan akrap sekali, namun suatu ketika penyu itu datang
bertelur dan telurnya di makan oleh anjing piaraan batu rumah maka penyu
belimbing marah dan tidak kembali ke
pantai jamusba medi dan pergi bertelur di warmon akhirnya batu rumah merasa
kehilangan sahabat yang dianggap dewa itu, akhirnya batu rumah meminta pertolongan
kepada kakaknya dengan menyuruh anjing-anjingnya untuk bertemu kakanya meminta
pertolongan, maka kakaknya melakukan pemanggilan yang di lakukan secara adat
dengan dansa srar selama satu malam dengan ungkapan nyanyian alam kemudian
menyuruh anjing-anjingnya kembali menyampaikan kepada batu rumah untuk
memanggil penyu dengan cara menyeka daun kelapa di atas kulit air sambil menyanyi
nyayian alam sambil memanggil penyu. Setelah menjelang hari mulai malam
tiba-tiba penyu belimbing kembali mendarat kedarat untuk bertelur dan melalui
kesempatan itu batu rumah meminta maaf kepada penyu dan berjanji tidak akan
menyakiti penyu dengan komitmen bahwa batu rumah akan menjadi panjaga kawasan
dan tempat peneluran penyu. Dari peristiwa ini batu rumah terus menetap di
pantai jamusba medi sebagai penjaga penyu mulai dari peneluran sampai pada
penetasannya dan menjaga selama penyu mulai menjadi bayi dan melepaskannya
untuk hidup mengarungi lautan. Komitmen ini kemudian diterima oleh penyu dan mereka
bersahabat dan saling melindungi dan batu rumah terus menjadi penjaga penyu
untuk kawasan peneluran jamusba medi hingga sekarang.